Cassius Clay, nama asli Ali, mulai bertinju pada usia 12 tahun. Ia memiliki karir yang luar biasa di tinju amatir, memenangkan 134 pertandingan dan hanya menderita 7 kekalahan. Ia mengikuti Olimpiade Roma tahun 1960 dan memenangi mendali emas kelas berat ringan. Pelatih tinju asal Miami, Angelo Dundee kemudian melatih Clay sebagai petinju profesional dan hanya membutuhkan sedikit waktu untuk memoles bakat Clay.
Gaya bertinjunya yang sering kali dianggap melecehkan, dengan yanya sedikit bertahan dan bertumpu pada kecepatan untuk mengalahkan lawan. Ia selalu memproklamirkan dirinya debagai "yang terbaik". Ketika ia mengalahkan juara kelas berat Sonny Liston pada 2 pertandingan tampaknya klaim tersebut memang benar.
Di luar ring, Clay sedang berada dalam transformasi yang akan mengubah sisa hidupnya. Ia mulai terlibat dengan Malcom X dan Nation of Islam, gerakan radikal muslim kulit hitam. Islam memiliki daya tarik bagi Clay karena ia sering kali mengalami perlakuan rasis ketika tumbuh. Kemudian Clay mengubah namanya menjadi Muhammad Ali.
Tahun 1966 ia menolak untuk bergabung dengan wajib militer. Ia mengatakan jika ia tidak memiliki masalah dengan Vietkong. Perihal ini menjadikannya sosok yang dibenci oleh kaum kulit putih AS. Ia menggambarkan dirinya sebagai conscientious objector, yakni orang yang berhak menolak wajib militer. Pada tahun 1967 gelar juara dunianya dicabut dan ia dilarang bertanding di Amerika selama 3 tahun. Tanpa kenal takut, Ali terus memberikan lebih dari 200 pidato anti perang, menentang serbuan AS ke Asia Timur.
Ketika kembali bertanding di atas ring, ia terlibat dalam 3 pertandingan yang paling terkenal sepanjang masa; 'The Fight of the Century(1971)" dimana ia dikalahkan oleh Joe Frazier, "The Rumble in the Jungle (1974)" di mana ia kembali merebut mahkota kelas berat dari George Foreman, dan "Thriller in Manila (1975) yang menjadi ajang balas dendamnya terhadap Frazier.
Pada pertandingannya melawan Foreman, Ali menggunakan taktik yang disebut "rope a dope", dengan membiarkan Foreman memukuli dirinya sepanjang 7 ronde hingga lelah, kemudian membalasnya pada babak ke 8 dan memukul K O musuhnya itu.
Ali terus bertarung hingga awal 1980an, pada saat itu tenaganya telah berkurang. Ali lebih dari seorang olahragawan super. Ia memegang teguh prinsipnya, bahkan ketika hidupnya terancam. Ali dapat membungkam kritik-kritik terhadapnya dengan keberanian dan kharismanya. Sejarah membenarkan sikapnya terhadap perang Vietnam, ia memperoleh pembenaran di mata dunia.
Sejak tahun 1980 Ali terkena penyakit Parkinson. Videonya dengan tangan gemetar ketika menyalahkan api Olimpiade Atlanta tahun 1996 menyentuh hati semua orang. Pada tahun 1999 ia terpilih sebagai olahragawan abad ini. Meskipun tubuhnya lemah, ia tetap berkeliling dunia untuk menjadi duta bagi masalah kemanusiaan. Ia terus berbicara mengenai Islam yang damai setelah peristiwa 11 September.
Ketika kembali bertanding di atas ring, ia terlibat dalam 3 pertandingan yang paling terkenal sepanjang masa; 'The Fight of the Century(1971)" dimana ia dikalahkan oleh Joe Frazier, "The Rumble in the Jungle (1974)" di mana ia kembali merebut mahkota kelas berat dari George Foreman, dan "Thriller in Manila (1975) yang menjadi ajang balas dendamnya terhadap Frazier.
Pada pertandingannya melawan Foreman, Ali menggunakan taktik yang disebut "rope a dope", dengan membiarkan Foreman memukuli dirinya sepanjang 7 ronde hingga lelah, kemudian membalasnya pada babak ke 8 dan memukul K O musuhnya itu.
Ali terus bertarung hingga awal 1980an, pada saat itu tenaganya telah berkurang. Ali lebih dari seorang olahragawan super. Ia memegang teguh prinsipnya, bahkan ketika hidupnya terancam. Ali dapat membungkam kritik-kritik terhadapnya dengan keberanian dan kharismanya. Sejarah membenarkan sikapnya terhadap perang Vietnam, ia memperoleh pembenaran di mata dunia.
Sejak tahun 1980 Ali terkena penyakit Parkinson. Videonya dengan tangan gemetar ketika menyalahkan api Olimpiade Atlanta tahun 1996 menyentuh hati semua orang. Pada tahun 1999 ia terpilih sebagai olahragawan abad ini. Meskipun tubuhnya lemah, ia tetap berkeliling dunia untuk menjadi duta bagi masalah kemanusiaan. Ia terus berbicara mengenai Islam yang damai setelah peristiwa 11 September.